Tradisi Ngabekten Kraton Yogyakarta

Tradisi Ngebekten

Written by Didik Wahyudi

Tradisi Ngabekten Kraton Yogyakarta Terus Dilestarikan

Tradisi ini diselenggarakan setiap hari raya idul fitri . Dan untuk Idul Fitri 1435 H ini, tradisi ngabekten kraton Yogyakarta ini digelar selama dua hari yaitu tanggal 29-30 Juli atau hari selasa – Rabu . Tradisi Ngabekten untuk hari pertama dikhususkan untuk kerabat dan abdi dalem laki-laki dan untuk Ngabekten hari kedua diperuntukkan untuk kerabat dan abdi daelm perempuan.

Tradisi Ngabekten merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan di Kraton Yogyakarta. Tradisi ini selalu diadakan setiap tahun, yaitu pada setiap hari raya Idul Fitri.Kalau dilihat dari asal katanya, ngabekten berasal dari kata bekti (bahasa Jawa) yang artinya berbakti atau tingkah laku seseorang untuk menghormat kepada orang tua atau yang dituakan dan orang yang dihormati. Tradisi ngabekten masih berlangsung di rumah-rumah keluarga Jawa, termasuk di Kraton Yogyakarta.

Dalam masyarakat Jawa, ngabekten dilakukan pada saat dilaksanakan upacara lingkaran hidup, misalnya tetesan, supitan, tarapan, upacara perkawinan dan saat hari raya lebaran. Maksud dari penyelenggaraan tradisi ngabekten adalah sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih kepada Sri Sultan sebagai junjungan mereka, yang telah memberi rezeki dan pengayoman selama mereka megabdi di kraton. Selain itu, tradisi ngabekten k raton Yogykarta juga dimaksudkan untuk meminta maaf kepada junjungannya atas segala kesalahannya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Tradisi ngabekten juga diselenggarakan dengan maksud untuk memohon doa restu orang tua supaya tidak mendapat halangan dalam menjalani kehidupan selanjutnya.

Tradisi ngabekten di kraton ada perbedaan antara zaman dahulu dengan sekarang.Pada zaman dahulu, tradisi ngabekten pernah diadakan selama satu minggu berturut-turut,kemudian menjadi tiga hari berturut-turut dan terakhir, sampai saat ini hanya diadakan selama dua hari berturut-turut, yaitu pada bulan Syawal tepatnya tanggal 1 dan 2 Syawal.Tanggal 1 untuk kaum laki-laki dan tanggal 2 untuk kaum wanita dan abdidalem reh Kawedanan Kapangulon dan abdidalem reh Kawedanan Hageng Sriwandawa bagian puralaya.

Tradisi Ngebekten

Dalam pelaksanaan tradisi ngabekten, waktunya dibagi menjadi beberapa kelompok. Pada tanggal 1 Syawal, untuk kelompok laki-laki, kelompok pertama dimulai pada pagi hari jam 09.00, setelah selesai Sholat Idul Fitri.
Kelompok pertama terdiri dari:
• para pangeran
• sebagian putra Sultan yang telah dewasa tetapi belum diangkat menjadi pangeran
• para menantu atau suami putri Sultan yang berpangkat kanjeng pangeran harya dan
belum kawin lagi
• para abdidalem bupati sampai dengan abdidalem yang berpangkat kanjeng
pangeran harya.
Kelompok kedua dimulai jam 13.00. kelompok kedua ini terdiri dari:
• Para abdidalem yang berpangkat bekel enom sampai dengan abdidalem yang
berpangkat wedana
Kelompok ketiga dimulai jam 15.00. kelompok ketiga terdiri dari:
• Para putra Sultan yang belum dewasa
• Para cucu sampai canggah laki-laki Sultan
• Para suami cucu sampai canggah perempuan Sultan
• Para duda dari cucu sampai dengan duda dari canggah Sultan yang belum kawin
lagi

Tradisi ngabekten pada tanggal 2 Syawal untuk kaum wanita, namun ada sekelompok yang terdiri dari kaum laki-laki. Pelaksanaan tradisi ngabekten pada tanggal 2 Syawal juga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

Kelompok pertama dimulai jam 09.00. kelompok pertama ini terdiri dari:
• Prameswari
• Para putri Sultan yang belum kawin
• Para janda Sultan yang belum kawin lagi
• Para istri pangeran
• Para janda pangeran yang belum kawin lagi
• Para cucu perempuan Sultan
• Para istri cucu laki-laki Sultan
• Para janda dari cucu laki-laki Sultan yang belum kawin lagi
• Para istri abdidalem bupati sampai dengan para istri kanjeng pangeran harya
• Para janda dari abdidalem bupati sampai dengan para istri kanjeng pangeran harya
dan para janda dari kanjeng pangeran harya yang belum kawin lagi
• Abdidalem putri yang berpangkat bupati dari daerah.

Kelompok dua dimulai jam 13,00 yang terdiri dari:

• Para abdidalem keparak yang berpangkat bekel enom sampai dengan yang
berpangkat riya bupati enom
• Para cicit sampai dengan para canggah perempuan Sultan
• Para istri cicit sampai dengan para istri canggah laki-laki Sultan
• Para janda dari cicit sampai dengan para janda dari canggah laki-laki Sultan yang
belum/tidak kawin lagi.

 

tradisi-ngabekten-keraton-yogyakarta

Kelompok ketiga terdiri dari :

• Para abdidalem kawedanan kapangulon
• Para abdidalem reh Kawedanan Hageng Sriwandawa bagian puralaya, misalnya: abdidalem kaji rolasan, abdidalem suronoto, dan abdidalem juru kunci makam kerabat kraton.

Mereka mulai ngabekti pada jam 20.00. Waktu tersebut harus tepat, terlebih kalau Sri Sultan telah duduk, mereka tidak boleh menyusul, kecuali mereka yang sedang mendapat tugas mengawal gunungan.

Tempat pelakasanaan Tradisi Ngabekten :

Pada tanggal 1 Syawal, tradisi ngabekten diadakan di bangsal dan tratag bangsal kencana, kecuali kelompok ketiga, pelaksanaannya di bangsal dan tratag bangsal proboyeksa. Kurang lebih satu bulan sebelum pelaksanaan, Kawedanan Hageng Sriwandawa Kraton Yogyakarta mengeluarkan buku berjudul “Pranatan Pasowanan/Parakan Ngabekten” yang berisi peraturan ngabekten pada bulan Syawal.

Buku tersebut dibuat setiap tahunnya dan disebarluaskan sebagai buku panduan pelaksanaan ngabekten. Urutan duduk dalam tradisi ngabekten juga sudah diatur. Urutan duduk dimulai dari kerabat paling dekat dengan Sultan.Busana yang digunakan dalam tradisi ngabekten Busana yang dikenakan dalam tradisi ngabekten sudah ada aturannya, baik untuk laki-laki maupun wanita. Ketika pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, semua berpakaian kebesaran, misalnya unuk laki-laki mengenakan kain kampuh, bercelana panjang putih, berkuluk biru, tidak berbaju dan tidak bersandal. Busana untuk abdidalem bupati hanya kuluknya yang putih, sedangkan wanitanya mengenakan kampuh, tidak berbaju dan tidak bersandal.

Setelah zaman Jepang, dalam pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX,pakaian kebesaran tidak digunakan lagi. Hanya berpakaian biasa tetapi harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya menggunakan kebaya warna warni tetapi tidak menggunakan kuthubaru, ada yang mengenakan pranakan, ateladan lain-lain, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Larangan selama ngabekten

Dalam pelaksanaan Tradisi ngabekten Kraton Yogyakarta terdapat larangan-larangan yang harus dipatuhi antara lain:
1.Pakaian yang dikenakan tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang ditulis dalam buku pranatan
2.Kalau Sri Sultan telah hadir dalam pelaksanaan ngabekten, yang datang terlambat dilarang menyusul, kecuali abdidalem yang sedang melaksanakan tugas menyerahkan hajat dalem gunungan kepada abdidalem penghulu, diperbolehkan menyusul.
3.Mundur dan majunya yang akan ngabekti harus menunggu perintah dari Sri Sultan. Kalau ada yang mundur sebelum selesai, tidak diperbolehkan kembali lagi.
4.Selama sowan/marak tidak diperbolehkan membaca, berkata keras-keras, menunjuk ke arah sesuatu (Jawa=nuding), terlebih kalau Sultan telah ahdir.
5.Pada saat ngabekti tidak boleh menyandang senjata tajam.
6.Harus urut satu per satu dan rapi sesuai dengan urutan dalam peraturan

Demikian tradisi ngabekten keraton Yogyakarta yang merupakan tradisi keraton hingga saat ini terus dilestarikan. Sumber : Maharkesti. 2000. Tradisi Ngabekten di Kraton Yogyakarta dalam Patra-Widya Nomor 1 Mei 2000. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta,Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional http://www.bpadjogja.info/file/TRADISI_NGABEKTEN_DI_KRATON_YOGYAKARTA.pdf

sumber gambar :

http://krjogja.com/photos/9c560226ec5b33513ece8426b368c327.jpg / http://krjogja.com/photos/Bekti2.jpg

Baca Juga …

Isi Museum Sonobudoyo

Isi Museum Sonobudoyo

Yogyakarta, kota magical yang kaya akan nilai leluhur, menyimpan harta berharga dalam bentuk warisan budaya dan...

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.